Rabu, 21 Maret 2012

Ilmu Sosial Budaya Dasar


Pengertian dan Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar
Ilmu sosial Budaya Dasar adalah ilmu yang mempelajari sosial kebudayaan, jadi secara umum ilmu sosial budaya dasar adalah jalan dalama berfikir atau bertindak untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani.
Ilmu Sosial Budaya Dasar sangat erat hubungannya dengan kebudayaan masyarakat. Segala yang terjadi di masyarakat terjadi dari kebudayaan masyarakat itu sendiri, hal ini di ungkapkan oleh Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski. Budaya atau Kebudayaan yang berarti akal atau budi yang juga diartikan sesuatu dari akal pikiran manusia. Menurut Herskovski kebudayaan yaitu tingkah laku atau sesuatu yang dilakuakan turun temurun dari generasi ke generasi. Jadi kebudayaan itu dapat di definisikan sebagai tingkah laku atau cara berpikir seseorang sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Benda-benda yang dibuat oleh manusia adalah perwujudan dari kebudayaan sebagai makhluk yang berbudaya, berupa beda-benda yang nyata dan perilaku, misalnya pola berpikir, benda-benda yang di pakai untuk kehidupan, seni dan lain-lain.
            Perubahan sosial terjadi dalam jangka waktu yang panjang berupa yang positif atau yan negatif. Perubahan sosial terjadi pada setiap manusia secara umum sepanjang masa dalam setiap masyarakat, perubahan ini terjadi karena dasar sifat manusia untuk mengadakan perubahan. Perubahan budaya biasanya faktor dari lingkungan bermasyarakat, ini terjadi karena seseorang ingin adanya terjadi perubahan dari dalam dirinya untuk jadi yang dia inginkan atau diinginkan. Perubahan ini meliputi pengetahuan, kepercayaan teknologi, bahasa dan semua yang menyangkut perubahan.
ISD membantu menambah wawasan mahasiswa dan kepribadiannya agar memperoleh wawasan yang lebih luas yang diharapkan untuk sikap mahasiswa, khususnya berkenaan dgn sikap dan tingkah laku manusia dlm menghadapi manusia2 lain, serta sikap dan tingkah laku manusia2 lain terhadap manusia yg bersangkutan secara timbal balik.
ISD merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk melengkapi gejala-gejala sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan, sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar.
Perbedaan antara Ilmu Budaya Sosial dan Ilmu Budaya Dasar
            Perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial atau mengenai urutan masyarakat. Sedangkan budaya lebih luas daya cakupnya diantaranya pengetahuan, bahasa, teknologi. Perubahan budaya terjadi karena adanya interaksi sosial secara otomati, terjadinya perubahan sosial juga berdampak pada perubahan budaya.
Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya atau lebih umum disebut ilmu pengetahuan humaniora. Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai matakuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping matakuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan. Matakuliah Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial dalam menerapkan ilmunya di masyarakat. Sedangkan Ilmu Budaya Dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Menurut Prof. Dr. Harsya Bachtiar mengemukan bahwa Ilmu Pengetahuan dikelompokan dalam tiga kelompok besar yaitu IImu-ilmu Alamiah (Natural Science), Ilmu-ilmu sosial (Social Science), Pengetahuan Budaya (The Humanities).
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar
Ada dua Masalah Pokok yang dibahas dalam IBD,yaitu:
• Berbagai aspek kehidupan dan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan  menggunakan pengetahuan budaya.
• Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing zaman dan tempat.
Ruang Lingkup Studi ISD
ISD meliputi dua kelompok utama studi manusia dan masyarakat dan studi lembaga-lembaga sosial. Yang terutama terdiri atas psikologi, sosiologi, dan antropologi, sedang yang kemudian terdiri atas ekonomi dan politik.
Sasaran studi ISD adalah aspek-aspek yang paling dasar yang ada dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan masalah-masalah yang terwujud dari padanya.
titik tolak dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dua masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah IBD. Kedua masalah pokok itu adalah:
  1. Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian (disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
  2. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.
Melihat kedua pokok masalah yang bisa dikaji dalam mata kuliah IBD, terlihat dengan jelas bahwa manusia menempati posisi sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi tema sentral dalam IBD.

Selasa, 20 Maret 2012

Kaitan Manusia dan Kebudayaan


Kebudayaan dan berbudaya, sesuai dengan pengertiannya, tidak pernah berubah, yang mengalami perubahan dan perkembangan adalah hasil-hasil atau unsur-unsur kebudayaan. Namun, ada kecenderungan dalam masyarakat [termasuk umat Kristen] yang memahami bahwa hasil-hasil dan unsur-unsur budaya dapat berdampak pada perubahan kebudayaan.
Kecenderungan tersebut menghasilkan dikotomi hubungan antara iman dan kebudayaan; khususnya iman [umat] Kristen dan kebudayaan. Dikotomi tersebut memunculkan konfrontasi [bukan hubungan saling mengisi dan membangun] antara kepercayaan Kristen dan praktek budaya, karena dianggap sarat dengan spiritisme, dinamisme, animisme, dan totemnisme. Melihat kenyataan tersebut, dalam Christ and Culture, ditemukan beberapa sikap Gereja [di dalamnya termasuk para pemimpin organisasi gereja, teolog, warga gereja] terhadap kebudayaan dan praktek-praktek di dalamnya, hal tersebut antara lain:
  1. Sikap Radikal: Kristus menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Kristus dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Kristus. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Kristus ataudan Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika percaya pada Yesus Kristus.
  2. Sikap Akomodasi: Kristus Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antar Kristus dan kebudayaan. Yesus dianggap sebagai pahlawan sejarah dunia, kehidupan dan ajaran-Nya merupakan presentasi dan prestasi manusia yang paling agung. Dalam Yesus, cita-cita proses peradaban dapat terwujud. Yesus adalah satu-satunya yang dapat menggenapi harapan-harapan dan idaman umat manusia.
  3. Sikap Perpaduan: Kristus di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Kristus dan kebudayaan atau ajaran iman Kristen dan tuntutan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan juga berhubungan dengan masyarakat. Ia harus mempunyai dua tujuan sekaligus. Tujuan kehidupan manusia tidak terbatas pada dunia. Ia perlu mencari hidup kekal yang disempurnakan di akhirat. Namun, ia juga bertanggungjawab di dunia. Ia perlu mengasihi dan membangun masyarakat tetapi juga mengasihi TUHAN Allah. Dengan itu, maka yang dilakukan adalah melaksanakan semua tuntutan keagamaan dan sekaligus unsur-unsur kebudayaan yang mungkin saja bisa bertantangan dengan Firman TUHAN.Sikap Dualis: Kristus dan Kebudayaan Dalam Paradoks. Sikap dualis menunjukkan bahwa manusia mengakui kewajiban untuk mentaati Kristus dan mengembangkan kebudayaan sambil juga membedakan antara dua kewajiban itu. Orang Kristen wajib melayani TUHAN dalam dan melalui dunia serta kebudayaan; sekaligus melayani TUHAN melalui dan dalam gereja. Dengan ini muncul warga gereja yang sungguh-sungguh di gereja tetapi sekaligus ia melakukan semua tuntutan adat istiadat.
  4. Sikap Pambaharuan: Kristus [telah] Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Kristus sebagai penebus yang memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika warga gereja mau mempraktekan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan dengan Firman TUHAN. Hal itu merupakan tugas manusia. Manusia yang membawa amanat Kristus harus membaharui hal-hal lama dalam masyarakat. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitas sosio-kulturalnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.
 Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan-hubungan Agama dan Kebudayaan, maka solusi terbaik untuk warga gereja adalah sikap memperbaharui kebudayaan; karena hidup dan kehidupan tidak bisa dilepas dari tuntutan kebudayaan; manusia selalu berada dalam lingkungan budaya dan melaksanakan unsur-unsur budaya. Oleh sebab itu, harus ada keberanian dan kemauan dalam diri pimpinan gereja dan teolog, agar memilah tuntutan-tuntutan kebudayaan yang tidak sesuai dengan Firman. Dengan itu, maka warga gereja dapat mengambil keputusan yang tepat, tegas, jelas dalam kaitan dengan kebudayaan, tetapi tidak bertantangan dengan Firman TUHAN.
Sebagai ilustrasi, kita dapat menunjuk pada norma-norma dan symbol-simbol masing-masing kategori sejarah.
Dalam kategori tradisional misalnya, norma solidaritas dan partisipasi menjadi ideology. Di sini kita menemukan bahwa cita-cita egalitarian diwujudkan dalam berbagai mite, tabu dan tradisi lisan yang menunjang ideology itu. Dalam kategori patrimonial, yang ideologinya “kawulo-gusti” kita menemukan norma yang melegitimasikan dan berusaha memberikan control negara atas masyarakat dalam bentuk simbolik berupa babad, tabu, mite serta hasil-hasil seni yang mengkeramatkan raja. Dalam kategori kapitalis, dengan munculnya kelas menengah, kita melihat adanya sastra baru dengan cerita-cerita baru.
Akhirnya pada kategori teknokratis, kita melihat usaha-usaha untuk menyatakan kekecewaan dengan realisme di satu pihak, dan keinginan untuk menjadikan proses simbolis sebagai usaha untuk “social engineering” di lain pihak.
Sebagai catatan dapat dikemukakan tentang kemungkinan adanya dikotomi budaya di satu kategori dan juga ada gejala anomali budaya pada penghujung tiap kategori sejarah. Dalam masyarakat patrimonial misalnya, akan ada dikotomi social dan budaya antara golongan bangsawan dan petani. Ada budaya istana dan budaya rakyat yang masing-masing mempunyai lembaga, symbol dan normanya sendiri. Demikian juga pada kategori kapitalis, kita memiliki dikotomi budaya dalam budaya tinggi dan budaya popular, dengan lembaga, symbol dan norma-normanya sendiri. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sekalipun dikotomi itu ada,ada pula mobilitas budaya, ke atas atau ke bawah yang menyebabkan baik lembaga, symbol, dan normanya tentu saja mengalami transformasi. (pitirim Sorokin)
Kebudayaan menjadi tidak fungsional jika symbol dan normanya tidak lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosialnya, atau oleh modus organisasi social dari budaya itu. Kontradiksi-kontradiksi budaya dapat terjadi sehingga dapat melumpuhkan dasar-dasar sosialnya. Kontradiksi budaya dapat juga timbul karena adanya kekuatan-kekuatan budaya yang saling bertentangan dalam masyarakat.

Daftar Pustaka :